Resensi Buku (Rindu Tere Liye)
Judul Karya
Resensi : Tidak Terlupakan
Judul Buku : Rindu
Penulis :
Darwis dengan nama
pena “Tere Liye”
Penerbit :
Republika Penerbit
Tebal :
544 Halaman
ISBN :
978-602-8997-90-4
Tidak Terlupakan
1. Ringkasan
Novel ini mengemas kisah perjalanan 5 aktor
utama yang mempunyai latar belakang dan karakteristik ciri khas masing-masing
yang sangat menarik. Pertama Adalah Daeng Andipati seorang pedagang di Kota
Makassar, masih muda, kaya raya, pintar, dan baik hati.
Kedua adalah Gurutta Ahmad Karaeng, ia
merupakan ulama masyhur di zaman itu, dia sempat mengenyam pendidikan dengan
pakar tafsir dan hadist di yaman dan damaskus. Ia juga masih satu darah dengan
Raja yang paling terkenal di Sulawesi, Sultan Hassanudin. Dalam serita ini
dialah yang menjawab ke-empat pertanyaan yang dilontarkan keempat aktor dengan
jawaban yang sungguh menakjubkan dibalut dengan konsep toleransi dalam islam.
Ketiga adalah seorang pemuda bugis yang
bernama Ambo Uleng. Ia meruapakan bagian dari keluarga pelaut dan bahkan
ayahnyapun meninggal di laut saat kapal yang dia bawa karam di terjang hujan. Dikisahkan
dalam novel ini bahwa ialah yang berhasil membalik keadaan pada saat kapal yang
menjadi saksi bisu perjalanan suci itu dijarah oleh perompak terkenal di
Mogadishu pada zaman itu. Pemuda yang semula pendiam tidak lagi menunjukkan
sifatnya itu ia mengatur strategi dan semua kelasi dan prajurit belanda yang
ada di kapal untuk meraih keberhasilan membasmi perompak.
Keempat kini seorang perempuan keturunan
China berangkat demi perjalanan suci ini bersama suaminya. Ia mempunyai hasrat
ingin menghapus semua nasib buruk, kelalaian yang selama ini ia lakukan
meskipun itu tidak ia inginkan. Ia mempunyai masa lalu yang cukup memilukan pun
ia sendiri sangat malu dan menyesalkan hal itu. Yang luarbiasa adalah ia mampu
melawan semua masa lalunya dan tetap menjadkannya pelajaran berharga dalam
hidupnya. Perempuan ini akrab dengan nama Bonda Upe. Bonda Upe yang jugalah
mengajar mengaji anak-anak selama perjalanan di atas kapal.
Yang terakhir adalah kakek yang mempunyai
pasangan yang tentunya adalah sang nenek dan menarik bahwa pasangan ini adalah
yang paling romantis diantara semua pasangan suami istri yang ada di kapal,
meskipun usia mereka sudah begitu renta. Sang kakek disetiap percakapan di
ruang makan yang berada di tengah kapal merupakan ice breaker yang selalu lucu
dan mengundang tawa ceria.
2. Ulasan
Novel Rindu mengisahkan tentang sebuah
perjalanan elok yang dikaitkan secara halus dan indah dengan sejarah Bangsa
Indoensia. Novel ini merupakan Kisah perjalanan suci dan sarat dengan
nilai-nilai islami yang juga mengenalkan kearifan lokal dari Bangsa Inodenesia
pada konteks ketika itu rakyat Bugis di Kota Makassar. Keseerhanaan setiap
kalimat namun tetap mennyimpan keindahan artikulasi kata-katanya merupakan ciri
khas tersendiri bagi penulis novel ini.
Kisah kelima tokoh itu dibungkus dengan
apik oleh penulis dalam perjalanan suci di atas kapal Blitar Holland. Novel ini
adalah tentang lima pertanyaan yang dilontarkan diatas kapal Blitar Holland
beserta jawabannya, dan satu jawaban untuk pertanyaan terakhir yang menjadi
penutup novel ini-berbeda dengan ke empat pertanyaan lain-tidak bisa dijawab
dengan perkataan ataupun tulisan namun harus dijawab dengan perbuatan.
Nilai-nilai islam beserta kutipan hadis Rasulullah saw, disampaikan dengan
sederhana sehingga dapat mudah dipahami dan bahasa yang digunakanpun membuat
nilai-nilai itu merasuk dalam ke hati orang yang membacanya.
Perjalanan suci yang dikisahkan dalam novel
ini menyatu halus dengan kisah ceria, penuh canda tawa dengan kata yang
sederhana, datar dan sarat makna. Inilah yang menjadi ciri khas dari
karakteristik penulis yang terlihat jelas dalam novel ini. Terdapat kutipan
yang menarik yang merefleksikan karakteristik tulisan penulis dalam novel ini,
sebagai berikut.
“Apalah arti memiliki, ketika diri kami
sendiri bukanlah milik kami?”
“Apalah arti kehilangan, ketika kami
sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan, dan sebaliknya, kehilangan banyak
pula saat menemukan?”
“Apalah Arti cinta, ketika kami menangis
terluak atas perasaan yang seharusnya indah? Bagaimana mungkin kami terduduk
patah hati atas sesuatu yang seharusnya suci dan menuntut apapun?”
Pada
bagian akhir novel ini penulis membuat pembaca penasaran akan kisah selanjutnya
namun berbeda dari satu sisi dari novel yang diceritakan sebelumnya. Mengaitkan
dalam cerita pada awal cerita mengenai tas biru yang dibawa Anna-putri kecil
Daeng Andipatti- yang justru mengalami perjalanan terjauh dari perjalanan yang
diceritakan dalam novel ini.
Novel
yang hakikatnya bergenre religi ini di desain dengan sangat halus oleh penulis
sehingga terasa cocok untuk dibaca oleh siapapaun dengan agama apapun. Novel
Rindu yang menjadi buku islam terbaik Islamic Book Fair Tahun 2015 ini juga
merupakan buku best seller yang telah habis terjual hanya dalam beberapa pecan.
Maka tentu buku ini sangat cocok untuk menjadi inspirasi bagi siapapu yang berkenan
membacanya.
3. Latar Belakang Penulisan Novel Rindu
Dari
beberapa informasi yang penulis kumpulkan melalui internet browsing penulis novel ini bernama asli Darwis, dan
menariknya dia adalah seorang yang berprofesi sebagai akuntan. Muncul
pertanyaan dalam benak kita, bagaimana ia bisa seorang akuntan yang setiap hari
berkutat dengan angka-angka, menulis novel yang menjadi best seller?
Setelah
melihat dari beberapa sumber melalui internet browsing dapat disimpulkan memang
Darwis memiliki motivasi tersendiri dalam menulis, ia mempunyai niat yang tulus
dan juga hobi menulis. Menulis lebih menjadi teman disaat sendiri. Dalam kutipan saat acara meet and great yang di
Kota Tarakan yang dilaksanakan Minggu (31/7) lalu yang dihadiri
Darwis ia mengatakan “Yang saya pahami, menulis itu
ibaratnya menjatuhkan buah kebaikan”[1].
[1] http://kaltara.prokal.co/read/news/5341-profesi-akuntan-tapi-sukses-jual-48-ribu-eksemplar-dalam-enam-bulan.html
Komentar
Posting Komentar